Jamur untuk Insektisida Hayati
Kita tahu dan sebaiknya harus tahu bahwa pengendalian hama secara biologi
atau pengendalian hayati mendapat perhatian yang cukup besar di dunia
pertanian. Hal ini antara lain disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang
semakin tinggi akan bahayanya pengaruh samping penggunaan pestisida kimia baik
terhadap manusia maupun lingkungan. Dampak negatif penggunaan pestisida yang
kurang bijaksana akan menimbulkan resistensi hama, resurgensi hama, munculnya
hama kedua, terbunuhnya jasad bukan sasaran ( musuh alami , residu pestisida dan
pencemaran lingkungan. Kecenderungan masyarakat untuk menikmati hasil - hasil
pertanian yang bebas residu pestisida semakin meningkat. Di samping
kebijaksanaan pemerintah dalam pengendalian dengan sistem pengelolaan hama
terpadu (PHT) sesuai UU No. 12 tahun 1992 juga mendorong untuk memberi
kesempatan peran yang besar pada pengendalian hayati.
Salah satu agens hayati yang bisa digunakan sebagai pengendalian hayati
atau biologi adalah jamur entomopatogenik ( jamur yang memakan hama ) dan jamur
antagonis ( Jamur yang memakan jamur) Ada beberapa alasan mengapa jamur
entomopatogenik dan jamur antagonis banyak menjadi pilihan untuk pengendalian
hama penyakit dari pada organisme lain. Diantaranya jamur entomopatogenik dan
jamur antagonis mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi, siklus hidupnya
pendek, dapat membentuk spora yang dapat bertahan lama di alam, bahkan dalam
kondisi yang tidak menguntungkan sekalipun. Disamping itu relatif aman,
bersifat selektif, kompatibel dengan berbagai insektisida, relatif mudah
diproduksi, kemungkinan menimbulkan resistensi sangat kecil. Selain itu, di
beberapa negara maju telah digunakan secara rutin dan meluas, misalnya Rusia
telah menggunakan Beauveria bassiana untuk mengendalikan Penggerek umbi
Kentang, Colarado potato beetle (Laspeyresia pomonella ).
Keberhasilan pemanfaatan jamur entomopatogenik dan jamur antagonis di
lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban), jumlah
spora (termasuk viabilitas dan virulensinya) yang disemprotkan, sehingga
kemungkinan spora sampai sasaran cukup banyak. Di samping itu perlu diketahui
biologi hama atau daur hidupnya agar waktu penyemprotan dapat lebih tepat. Juga
saat penyemprotan harus benar-benar tepat, maksudnya tidak disemprotkan pada
waktu matahari terik, sebaiknya aplikasinya pada waktu mendung atau sore hari.
Viabilitas ( daya hidup ) spora jamur entomopatogenik dan jamur antagonis
dipengaruhi oleh faktor suhu, kelembaban, pH, radiasi sinar matahari dan
senyawa kimia seperti nutrisi dan pestisida. Hal ini penting untuk dipelajari,
sebab syarat suatu patogen berhasil baik digunakan sebagai agensia pengendali
hama yaitu harus memiliki viabilitas dan virulensi ( daya bunuh ) yang tetap
terpelihara atau tinggi.
Salah satu jamur entomopatogenik adalah Beuaveria bassiana, ( Natural BVR )
dan jamur antagonis adalah Gliocladium sp, Trichoderma sp. ( Natural GLIO )
yang dikeluarkan oleh PT. Natural Nusantara Jogjakarta merupakan satu-satunya
agens hayati yang telah bersertifikat dari komisi pestisida. Natural BVR sangat
bagus untuk mengendalikan wereng, walang sangit, penggerek batang padi dan
kakao, penggerek buah kopi dan kakao. Sedang Natual GLIO untuk mengendalikan
penyakit layu baik Fusarium (jamur) atau Xanthomonas sp dan Pseudomonas sp.
(bakteri) dan bisa mengendalikan penyakit akar gada pada kobis dan akar putih
pada tanaman perkebunan ( kakao, karet, sawit, sengon, kopi, teh dan kina ).
Pemesanan Pupuk dan Pestisida Alami (agens hayati)
untuk Meningkatkan Hasil Panen, silahkan hubungi: